Thursday, March 22, 2007

Kisah Nini


*Part VII – Inna lillahi wa inna illaihi rojiun*
Minggu, 14 Januari 2007


Jam 5 pagi sudah terjaga. Kuambil air wudhu dan sholat subuh sama Mama. Jam 6an aku dan Ipung pulang ke cilandak untuk membersihkan diri. Kami kembali ke rumah sakit dan sarapan bergantian dengan beberapa keluarga di cafeteria yang sudah menjadi tempat makan kami selama 1 minggu terakhir ini.

Sesampai di ruang tunggu lagi dan mulai membaca doa lagi… sekitar pukul 09.00 kita semua dipanggil lagi ke ruangan Nini. Nini kritis lagi..

Hampir semua sudah berkumpul, tinggal mbak Dyah dan Pierre..

Sekitar 09.15
Kembali kita bersama-sama menuntun Nini dan bergantian mengucapkan kepada Nini bahwa kami ikhlas kalau Nini akan pergi.. ruangan penuh dengan kami, bahkan beberapa duduk tepat di luar pintu kaca ruangan Nini..

Pulse Nini, yang sekarang sudah sangat rendah, menurun sedikit demi sedikit..

Kami tak henti menyebut nama Allah..

Sesekali kami saling berpandangan.. saling mencari dan memberi kekuatan..

Sesekali pula kami melihat jam di dinding kamar, melihat jalannya waktu… bergantian dengan pandangan kami ke monitor detak jantung dan tensi Nini dan alat bantu nafas Nini…

Sekitar 09.30
Pulse Nini semakin rendah… sudah di bawah 60/30 kalau aku tak salah..

09.35
Pulse Nini semakin turun.. perlahan namun pasti.. Tapi Nini tetap terlihat tenang. Tidak menangis, tidak ada kerutan di dahinya sebagai ungkapan takut atau kesakitan..
Doa semakin kuat, kepasrahan semakin dalam dan keikhlasan semakin tebak.. demi yang terbaik untuk Nini…

09.40
Sekitar 5 menit terakhir itu, pulse Nini makin menurun… 15… 10… 8… 5… 2… 0….
Inna lillahi wa inna illahi rojiun…
selamat jalan Ibu… selamat jalan Nini…
Kami mengucapkan selamat jalan untuk Nini… saling berpelukan dan menangis… dan memeluk dan menciumi Nini…

Nini tampak tenang.. tak terlihat sedikit pun rasa sakit atau kesedihan…
Insya Allah ini memang yang terbaik untuk Nini…

Di saat-saat terakhirnya pun Nini masih menunjukkan dan mengajarkan pada kita semua untuk tidak putus asa dan berjuang untuk hidup.. bahkan Nini rela ‘menunggu’ (dan alhamdullilah diijinkan oleh Allah) untuk berpulang di hari minggu yang cerah itu.. tidak di hari Sabtu kemarin.. Hari Sabtu di mana Budhe Tutut sedang ulang tahun dan trauma dengan kejadian berpulangnya Pakde.. Hari Sabtu di mana Papaku tidak suka dengan hari Sabtu yang dianggapnya hari yang ‘tidak baik’…

Dokter datang untuk memeriksa keadaan Nini dan memastikan bahwa Nini sudah tiada pukul 09.45 wib.

Nini kemudian dipersiapkan untuk dibawa ke ruang jenazah.

Semua langsung bertugas sesuai dengan tugas masing-masing berdasarkan ‘rapat’ hari Jumat yang lalu. Aku, Mama dan mbak Lia menelfon keluarga dan teman-teman Nini untuk memberitahukan berita itu. Ipung segera menghubungi yayasan Bunga Rampai yang hari Sabtu kemarin sudah berhasil ditemui. Papa ke tanah kusir mengurus makam. Sejak Sabtu kemarin pun makam sudah disiapkan apabila this worst scenario happens, karena Nini akan dimakamkan bersama dengan Aki. Bulek Niniek mengurus Nini di kamar jenazah. Mbak Dyah dan Pierre membeli peralatan yang diperlukan, yang sebagian juga sudah dibeli sejak kemarin, seperti aqua, alat tulis, buku tamu, dll. Tante Titien, Budhe Tutut dan yang lain mempersiapkan rumah Bintaro yang dijadikan tempat Nini disemayamkan. Karpet telah disiapkan dari beberapa hari yang lalu, foto ‘pilihan’ Nini juga sudah siap dalam frame.

Ada beberapa barang yang perlu kuambil dari cilandak, sekalian memasang pengumuman di cilandak, kalau –kalau ada yang datang ke cilandak.

Segera aku kembali ke rumah sakit, karena Nini sudah mulai dimandikan. Alhamdulillah aku diberi kesempatan memandikan Nini, walau tadi sempat mondar-mandir dulu. Aku bersyukur juga kemarin sudah sempat mencucikan rambut Nini yang kubawa dari rumah sakit saat Nini mau dioperasi. Kusirami tubuh Nini dengan air.. kubersihkan wajahnya, kedua pipinya yang biasa kubelai-belai..
dan kucium wajahnya… …untuk yang terakhir kali…

Aku tak bisa ikut memandikan Nini sampai selesai. Aku, Mama dan Mbak Lia ada tugas lagi, beli bunga ke rawa belong. Sekitar 1 jam kami dapat semua bunga yang dicari.. 2 dus melati, 1 plastik besar daun pandan, 1 plastik besar bunga kenanga, roncean melati dan 1 rangkaian bunga putih untuk di atas peti jenazah.

Perjalanan kembali ke Bintaro terasa lama sekali di siang hari itu itu. Akhirnya kami sampai di sana hampir jam 13.00.. tamu sudah ramai berdatangan. Keluarga dan teman banyak sekali. Alhadulillah, banyak yang datang untuk mendoakan Nini. Nini disemayamkan di ruang tengah. Sedapat mungkin, di sela-sela menyambut tamu-tamu yang datang, aku duduk di sebelah Nini..
Setelah ashar, kami sholat jenazah. Tak lama setelah itu, Nini diberangkatkan ke tanah kusir, sekitar pukul 16.00.

Saat melihat jenazah Nini masuk ke dalam mobil jenazah, mulai pecahlah tangisku. Rasanya baru menyadari bahwa tak lama lagi aku akan melepaskan kepergian Nini untuk selamanya… sepanjang di perjalanan menuju tanah kusir aku terus menangis..

Sesampainya di sana, rasa kehilangan itu makin terasa dalam dan pedih… di sanalah puncak kesedihanku yang tak dapat kutahan lagi.. apalagi saat peti jenazah Nini diturunkan ke liang lahat.. aku betul-betul merasa akan berpisah dengan Nini.. terutama secara fisik, di mana aku tak mungkin melihat wajahnya lagi, memeluknya lagi, tidur bersama lagi, mengobrol dan ‘berantem’ bersama lagi, jalan-jalan bersama lagi, menemaninya ke tempat senam, ke rumah teman-temannya lagi… Oom memelukku dan kami berdua saling bertangisan..

Kami bergantian menaburi bunga melati kesukaan Nini ke dalam liang lahatnya, dan melihat liang itu ditutup oleh tanah. Sekarang Nini sudah bersatu lagi dengan Aki.. dan juga semoga demikian di tempat Allah… Makam diselimuti oleh bunga melati dan rangkaian-rangkaian bunga.. semoga Nini beristirahat dengan tenang…

Lebih dari jam 17.00 ketika kami meninggalkan makam dan kembali ke Bintaro untuk tahlilan. Saat tahlilan, masih cukup banyak juga yang datang karena tidak sempat datang siang tadi.
Terima kasih banyak untuk seluruh keluarga, bahkan yang dari luar kota menyempatkan diri untuk datang selama Nini sakit dan sampai hari Minggu itu.. juga terima kasih banyak untuk semua sahabat dan teman-teman Nini, sahabat dan teman-teman dari masing-masing dari kami sekeluarga.. juga untuk semua sahabat dan temanku, Merry, Fitri, Desi, Ella, Ingkan, Belinda, Tiessa, Jika, Irma, Dinar, Maya, teman-teman dan rekan-rekan di kantor dan semuanya untuk semua doa dan dukungannya selama menjalani hari-hari yang berat itu…

Malam itu kami semua kelelahan. Mungkin masih saling membutuhkan satu sama lain dan nggak ingin pulang ke rumah masing-masing dan merasa kesepian dan kehilangan,,, sehingga kami ‘dipaksa’ untuk menginap di Bintaro. Akhirnya Bulek, Oom Arifin, Oom, Tante Vita, Pakmas, Tante Titien, Ipung dan aku, Wiro dan Bayu tidur di Bintaro, di ruang tengah, di atas karpet yang memenuhi ruangan.

Ya Allah, kumohon, lindungilah Nini.. ampunilah segala dosa dan kesalahannya, lapangkanlah kuburnya,, ijinkanlah Nini dan Aki bertemu dan bersama kembali, berilah jalan-Mu dan tempat-Mu yang terbaik untuk Nini dan Aki, tempat yang memberikan kedamaian, ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan.. ijinkanlah kami semua dapat kembali berkumpul bersama mereka kelak dalam surga-Mu ya Allah.. amiiin…

Kisah Nini

*Part VI – Her struggle*
Jumat - Sabtu, 12 – 13 Januari 2007

Jumat sepulang dari kantor aku ke rumah sakit. Udah siap dengan baju ganti. Sesuai jadwal, memasuki weekend, yang pada kerja yang nginep di rumah sakit. Aku dan mas Ip tidur di rumah sakit. Tapi jumat malam itu banyak juga yang tidur di rumah sakit, karena keadaan Nini tak kunjung membaik.

Dokter bilang Nini is in a deep comma.. jadi tingkat kesadarannya udah tipiis sekali.
Kalau dipegang juga sudah nggak bereaksi seperti minggu lalu. Supply oksigen plus obat untuk menjaga stabilitas tensi Nini juga sudah makin ditambah dosisnya. Dokter bilang dengan kondisi seperti ini, mungkin Nini hanya bisa bertahan 2 -3 hari saja.. ya Allah.. sungguh berat rasanya menerima kenyataan ini…

Jumat malam itu kita sekeluarga udah rapat, mempersiapkan kalau kemungkinan terburuk terjadi. Kita bagi-bagi tugas, siapa bagian apa, dan siapa yang lain mempersiapkan bagian apa. Sedih sudah pasti.. ikhlas,, hm, aku rasa saat itu belum semuanya iklas. Tapi kita diberi waktu dan kesempatan oleh Allah untuk bisa mempersiapkan Nini dan mempersiapkan diri dengan lebih baik, jadi sebaiknyalah digunakan kesempatan ini.

Sabtu pagi aku sempatkan pulang ke cilandak, walaupun buru-buru. Aku sempatkan mandi dan mengambil barang-barang Nini yang perlu ‘disiapkan’ for the worst scenario. Hiks, sedihnya… Ipung masih di rumah sakit karena mengurus persiapan yang lain.

Sampai di rumah sakit lagi, masih cukup pagi juga. Sesekali masuk ke ruangan Nini.

Hari itu ada teman Oom yang datang untuk bantu baca doa. Aku ikut baca yassin di ruangan Nini. Keadaan mencekam rasanya hari itu.. perasaan sudah tak menentu dan tak enak.. Kondisi Nini tak kunjung membaik, bahkan makin mencemaskan.

Hari sabtu itu adalah anniversary Bulik Ninik dan Oom Arifin, sekaligus ulang tahun Budhe Tutut. Budhe sangat cemas, lebih dari 10 tahun yang lalu, Pakde Pur, suami Budhe meninggalkan dunia di hari ultah Budhe. Everybody can feel her worries at that time.
Papa juga sebenarnya tidak suka hari Sabtu, itu hari yang ‘tidak baik’ menurut Papa.

Ditambah lagi, hari itu, tiba-tiba ada kupu-kupu coklat terbang di sekitar ruang tunggu ICCU, padahal itu di lantai 2 rumah sakit. Bagaimana kupu-kupu itu bisa sampai sana?? Kupu-kupu coklat itu juga suatu ‘pertanda buruk’ bagi keluarga kami. Beberapa kejadian kurang baik ditandai dengan datangnya kupu-kupu jenis itu, termasuk saat Aki almarhum dibawa ke rumah sakit di tahun 1999, kepergiannya diiringi kupu-kupu itu di rumah, di mana di rumah sakit saat itulah Aki menghembuskan nafasnya yang terakhir..

Aku lupa, tapi kurasa waktu itu saat sholat dzuhur atau ashar di musholla dekat ICCU. Setelah sholat, aku dzikir dan berkonsentrasi pada Nini… sampai aku setengah tersadar rasanya.. tiba-tiba aku bisa lihat dalam penglihatanku, Nini berjalan dengan lancar dan ringan keluar dari ruang ICCU.. dengan muka tersenyum lega, seolah terlepas dari segala beban dan deritanya. Lalu kulihat di belakang Nini, di dekat pintu ICCU beberapa keluarga melihat kepergian Nini..
Ugh, sedih sekali aku dengan penglihatanku itu.. tapi mungkin itu pertanda lainnya. Aku harus siap dan mengikhlaskan Nini,, supaya beliau lebih mudah jalannya..

Setelah itu, aku bergabung lagi membaca yassin di dekat Nini. Beberapa yang membaca yassin sudah selesai dan pulang. Tinggal aku sendirian.. aku coba teruskan bacaanku.. tapi tiba-tiba perasaanku tidak enak. Aku beberapa kali menengok ke kiri dan kanan belakangku, sampai lama-lama aku hentikan bacaanku dan keluar dari kamar Nini.. aku teruskan di luar saja..

Di ruang tunggu tampak sepi dan lengang.. Sebagian besar sedang pulang untuk mandi dan sebagian lagi memang pulang untuk kembali besok pagi. Ada Bulek Niniek dan Oom Arifin seperti biasa, dan Mbak Dyah dan Pierre. Semua kelelahan sejak Kamis malam terkuras emosi dan tenaganya.

Mas Ip mengajakku ke cilandak untuk membersihkan diri dulu. Kasian, dia belum sempat mandi.. Akhirnya kami ke cilandak sekitar jam 19.00 malam. Baru aja sampai terogong, aku ditelfon Pierre. Kita diminta kembali ke rumah sakit, keadaan Nini memburuk.

Akhirnya kami putar haluan lagi, tak sampai ke cilandak, udah kembali ke rumah sakit. Sesampainya di sana, kita diminta langsung ke kamar Nini. Semua mulai berdatangan lagi satu-satu dari rumah. Bergantian membacakan istigfar dan “la ilaha illalah” di kuping Nini.

Seluruh perasaan bercampur aduk.. Ingin membantu Nini memudahkan jalannya, merelakan Nini, mengikhlaskan Nini,, walau merasa sediiiiih yang begitu dalam, tau bahwa kita akan
ditinggalkan, tapi sebenarnya tak ingin berpisah..

Lelah atas segala perjalanan seminggu terakhir ini, dingin di ruangan Nini yang tak boleh memakai alas kaki,, lapar karena perut belum sempat terisi,,, tapi tak pantas kami mengeluh. Sampai akhirnya kami semua betul-betul kelelahan..

Allah memang maha baik.. kami diijinkan untuk istirahat. Dokter jaga bilang kalau kondisi Nini sedikit membaik. Nini bisa ditinggal keluar ruangan, juga supaya bisa istirahat.

Semua berkumpul di ruang tunggu. Hanya sedikit yang mau pulang ke rumah. Beberapa yang dengan anak-anak plus mbak Dyah dan Pierre. Selebihnya semua tidur di rumah sakit. Sebagian di kursi-kursi ruang tunggu seperti biasa, sebagian lagi di kursi ruang tunggu yang di bagian depan, dan sisanya sampai menumpang tidur di lantai 3 yang juga ada sofanya plus tidur di mobil.

Most of us menemani Nini malam itu… yang ternyata menjadi malam terakhir Nini..

Kisah Nini



*Part V – Roller Coaster*
Kamis, 11 Januari 2007


Aku masuk kantor.. tapi deg-deg-an sepanjang hari. Tensi Nini terus tinggi, sampai 172/114.

Jam 5 sore Papa SMS, bilang agar keluarga segera ke RSPI, kondisi Nini memburuk. Aku langsung berangkat dengan Oom dari kantor. Katanya Nini di CT-scan lagi untuk melihat kondisinya.

Sesampai di RS (yang lagi-lagi dengan buru-buru dan perasaan tak menentu), ternyata CT-scan sudah selesai. Hasilnya, betul seperti dugaan dokter bahwa ada cairan otak yang tak tersalurkan. Untuk itu perlu dilakukan tindakan operasi kecil, untuk membuat saluran pembuangan cairan otak tersebut.

Aduuuh,, lemes rasanya.. minggu ini betul-betul seperti naik roller coaster.. setelah beberapa hari ‘cooling down’ dan harapan muncul, sekarang kita kembali ke keadaan tak menentu itu lagi. Menurut dokter itu operasi kecil dan yang akan operasi sudah melakukan operasi ini ratusan kali. Iya, tapi dengan kondisi Nini seperti saat itu, pasti lebih berat kan..

Saat itu, Nini sudah tak sadarkan diri lagi… uugh, sedihnyaa…

Sekitar jam 19.00 keluarga sudah menandatangani surat persetujuan untuk dilakukan operasi dan Nini dipersiapkan untuk operasi. Mama tak tahan untuk tak menangis, saat dia menengok Nini, Nini sedang ‘digunduli’ rambutnya. Rambut Nini yang menjadi kesayangan Nini,, yang dalam usia 79 tahun rambutnya masih panjang dan nggak pernah mau dipotong pendek - lebih dari sebahu, masih lebat dan bisa dikepang dan digelung, masih separuh dari rambutnya berwarna hitam karena rajin diberi minyak perawatan rambut… Aku langsung menuju ruangan Nini dan kuminta rambut Nini dari suster, untuk kubawa pulang.

Akhirnya, operasi dilakukan malam itu juga, sekitar pukul 20.45. seluruh keluarga sudah berkumpul. Sedih dan takut bercampur. Semua hening dalam doanya masing-masing.
Operasi selesai sekitar pukul 22.00.

Alhamdulillah semua berjalan lancar. Nini kembali ke ruang ICCU, tapi tetap tak sadarkan diri.

Sebagian besar menunggu di rumah sakit sampai malam betul.. Bulik Niniek seperti biasa, menginap di rumah sakit bersama Oom Arifin. Sejak hari pertama, dia nggak pernah mau pulang. Pulang hanya untuk ambil baju dan mandi.

Kisah Nini

*Part IV – Restless*
Selasa-Rabu, 9-10 Januari 2007

Akhirnya aku masuk kantor lagi.. dengan status siaga 1. makan siang lengkap bawa tas, in case ditelfon mesti langsung ke rumah sakit, udah ready. Pulang sebisa mungkin jam 6 teng. Janjian sama my hubby dan mbak Dyah barengan ke rumah sakit. Stay di rumah sakit sampai malaam.. Teman-teman dari masing-masing anggota keluarga terus datang, juga teman-teman Nini dan saudara. SMS dan telfon juga terus berbunyi, minta update perkembangan Nini. Mereka inilah yang menguatkan kami semua.

Nini di CT-scan lagi untuk melihat kondisi pendarahannya. Alhamdulillah pendarahan sudah berhenti. Dengan istirahat total, diharapkan pendarahan bisa menyerap kembali. Dokter bilang kemungkinannya akan ada penimbunan cairan otak, karena sebagian cairan otak tidak bisa mengalir karena tersumbat pendarahan itu. Tapi alhamdulillah hasil CT-scan juga menunjukkan tidak ada cairan otak itu.

Tapi kami jadi ‘takut’ sering-sering menjenguk Nini, karena takut Nini emosional lagi, yang bisa bikin tekanan darah meningkat. Suhu badan Nini juga cukup tinggi. Hari Rabu sebenarnya alat bantu pernafasan sudah bisa dilepas, tapi keluarga minta tetap dipasang, for safety. Suhu panas diduga karena ada infeksi, tapi masih dicari.

Doa terus dipanjatkan… aku tetap pasrah, tetap minta yang terbaik untuk Nini. Aku ikhlas..

Kisah Nini

*Part III – Our last communication*
Senin, 8 Januari 2007

Hhh… weekend sudah berakhir. Hari Senin,, aku dan Ipung kembali ke kantor seperti biasa. Saat siap-siap untuk ke kantor, Mbak Dyah dan Pierre yang mampir cilandak memberi update yang menggembirakan.. Kabar dari rumah sakit, Nini sudah bisa buka mata!! Betul-betul keajaiban.. walau kita juga berusaha tetap tawakal. Anything could still happen..

Aku dan Ipung sampai di daerah madrasah waktu Bulek Ninik telfon aku.. dia juga bilang Nini sudah sadarkan diri dan lebih baik kalau kita bisa mampir di rumah sakit.. who knows, siapa tau kesempatan ini hanya sesaat, we still have to prepare for the worst.. kami langsung berganti arah menuju pondok indah lewat haji nawi.

Rasanya deg-degan untuk masuk ke ruangan Nini.. waktu itu dia lagi tertidur.. aku belai-belai tangannya.. pelan-pelan matanya terbukaa… aaah,, senang sekaliiii rasanya.. aku lagi pakai masker karena batukku belum pulih benar. Nini bingung, masih coba mengenaliku yang pakai masker itu. Akhirnya kucopot maskernya, dan bilang bahwa ini aku.. Nini tampaknya mengerti message yang disampaikan orang ke Nini.. kurasa aku tau apa yang dikuatirkan Nini kalau lagi sakit: keadaannya dan rumah cilandak. Langsung aku ceritain bagaimana keadaan Nini, bahwa Nini sudah ditangani dokter-dokter yang terbaik dan rumah cilandak baik-baik saja. Nini mengangguk-angguk tanda mengerti.. sambil terus menatapku.. alhamdulillah..

Tiba-tiba Nini bicaraa… ya.. bicara… “minum…minum…” kami semua sungguh terkejut. Aku langsung mengiyakan permintaannya dan meminta ke suster yang jaga pagi itu. Tapi memang Nini belum bisa minum, karena tenggorokannya dilengkapi dengan selang pernafasan. Dengan sangat menyesal aku tidak bisa memenuhi permintaannya, walau kemudian Nini terus meminta. Ipung sudah tak tega, langsung berlari ke luar ruangan.

Karena mungkin emosional, karena bisa berkomunikasi dengan keluarga, pulse Nini meningkat. Akhirnya kami semua keluar ruangan agar Nini bisa beristirahat.

Di luar, kutemui Ipung dan Mama menangis bersama.. mereka tak tega melihat Nini, sekaligus terharu betapa besar perjuangan Nini untuk bertahan. Sungguh pemandangan yang mengarukan. Ipung juga takut,, orang sakit yang kehausan dan minta minum terkadang merupakan pertanda yang kurang baik. Kehausan itu adalah simbol dari kehausannya untuk kembali ke Ilahi..

Papa pun, setelah agak siang, tak tega melihat Nini.. dia pun menangis, ya,, papaku yang kuat dan sangat sulit mengungkapkan ekspresinya itu, menangis juga. Nini sempat bilang ke papa “sakit San..”.

Hari itu,, membahagiakan sekaligus sangat mengharukan. Kami sangat bersyukur, tapi tetap masih ada perasaan was-was di dalam hati..

*ahh,, saat menulis inipun, walau sudah lewat 2 bulan dari kejadian itu, tapi masih teringat jelas tatapan Nini saat itu.. itulah moment terakhir kami saling berkomunikasi.. sedihnyaa.. aku tak menyesal sedikitpun pagi itu aku berganti arah menuju rumah sakit, dan tidak jadi ke kantor*

Kisah Nini


*Part II – The support*
Sabtu, 6 Januari 2007 – Minggu, 7 Januari 2007

Jam 5 pagi aku pulang ke Cilandak, setelah tidur di rumah sakit beberapa jam saja malam itu. Aku telfon teman-teman Nini, terutama teman senam osteoporosisnya di senayan (senam PKO) yang biasanya berangkat senam sekitar jam 5 pagi, untuk memberitahu kabar Nini. Mereka semua terkejut dan turut sedih..

Aku mandi dan sampai lagi di rumah sakit sekitar pukul 9 pagi. Ruang tunggu ICCU sudah ramai.. banyak sekali yang datang menjenguk Nini, sejak Sabtu pagi itu sampai hari Minggu.. Keluarga besar – bahkan yang dari luar kota pun datang hari itu, teman dan sahabat dari masing-masing oom, tante, dll, termasuk teman-temanku. Teman-teman Nini dari berbagai kelompok pertemanan juga datang.. ada teman-teman senam PKO, ibu-ibu kompleks cilandak, teman SMP Putri Solo, dll. Walau mereka juga sudah lanjut usia dan tidak mudah untuk mereka datang menjenguk Nini, tapi masih mereka usahakan.

Telfon dan sms untuk kami masing-masing juga tak henti berbunyi untuk menanyakan kabar dan perkembangan Nini, dari teman masing-masing dan saudara-saudara yang lain.

Aku teringat pesan Nini tentang fotonya di pernikahan Banu dan Intan di bulan Juni tahun lalu (2006).. ada 1 foto Nini sendiri dan memang Nini tampak cantik dan bagus sekali di sana. Nini waktu itu pesan, “nek aku mati, fotone sing iki wae…” (kalau aku meninggal, fotonya yang ini aja..). aku save foto itu di flask disk, dan dengan berat hati kukasih ke Oom.. in case needed…

Nini sendiri belum ada perkembangan. Bergantian kami menemani Nini di dalam ruangannya, sekalian mengantar keluarga dan kerabat yang datang menjenguk Nini. Sering kali kaki dan tangannya bergerak-gerak. Aku takut kalau itu reaksi Nini atas rasa sakit yang dia rasakan.. semoga tidak.. mungkin juga itu hanya reaksi motorik yang tak terkontrol.. entahlah..

Terkadang, kalau aku sedang di dekatnya, mengajaknya ngobrol atau berdoa untuknya, entah lah, kaki dan tangannya kadang bergerak lebih keras dari biasanya. Apa itu juga reaksi karena dia tau akan keberadaan anak dan cucunya di sekitarnya? Kita semua tidak tau.. tapi kita tetap berkomunikasi dengan Nini, siapa tau dia bisa mendengar kita. Nothing to loose..

Hari terasa lama dan panjang… makan bergantian, pulang malam sekali dari rumah sakit. Pagi hari langsung ke rumah sakit lagi. Di rumah hanya ‘numpang’ tidur. Pikiran kami semua terpusat untuk Nini.

Kisah Nini

*Part I – the attack*
Jumat, 5 Januari 2007

Ugh, beratnya untuk memulai menulis potongan kisah hidupku yang ini..
Bahkan untuk menulis judul tulisan ini pun, sudah habis beberapa lembar tissue untuk menghapus air mataku..

Loosing someone you love is never an easy thing.. especially if she is someone that really special in your life.. and knowing that she’s leaving you forever…

Episode terakhir dalam perjalanan hidup Nini di dunia ini berlangsung selama 10 hari..
Episode yang begitu melelahkan, penuh perjuangan, begitu penuh ujian akan kesabaran, ketabahan dan kepasrahan kepada Allah..

Diawali di hari Jumat, 5 Januari 2007..

Pagi hari aku berangkat kantor dari rumah Nini seperti biasa.. percakapan terakhir kami:
Nini: “wes pok gawa nasi gorengnya?” (= udah kamu bawa nasi gorengnya – untuk sarapanku).
Aku: “udah Ni.. aku berangkat dulu ya..” sambil aku menepuk halus pundaknya. Saat itu Nini duduk di kursi di depan mesin jahit..

*ugh,, nggak kuat untuk nerusinnya. Bisa-bisa mataku sembab di kantor.. aku lanjutin lagi lain kali..*

*now it’s been more than a month since I wrote the above part. Semoga ‘keberanianku’ untuk melanjutkan tulisan ini, bisa membuat tulisan ini selesai pada akhirnya..”

Hari Jumat itu kegiatan di kantor seperti biasa. Rencana awalnya, Friday night aku ada janjian dinner bareng Adil (yang kebetulan lagi di Jakarta dan hari Minggu akan balik ke Melbourne), Irma, Dinar, Tiessa dan Jika.

Sesuai rencana, jam 7 tepat kumatikan computer, siap untuk menuju ke EX. Kuambil tas dan keluar ruangan.. bertepatan dengan Kak Butet, rekan kantorku, setengah berlari ke arahku “Wika, kamu dicariin Pak Arief. Nenek kamu masuk rumah sakit”. Aku kaget setengah mati.. langsung aku lari ke arah lobby. Pak Arief, oomku itu, juga sedang terburu-buru ke arahku.. aku langsung diajak ikut dia, menuju ke Nini.. di jalan, langsung aku cancel janjian dinnerku. Tak lama dari saat itu, aku juga dapat sms dari Mama "wika cepat pulang, Nini jatuh"

Singkat cerita yang didapat dari cilandak, Nini jatuh di kamar mandi saat mandi. Saat kami dalam perjalanan, keadaan Nini masih belum sadar dan ambulance belum juga datang ke cilandak. Pakmas (oomku yang terkecil) dan Tante Titien kebetulan sekali ada di cilandak waktu kejadian itu, sehingga mereka bisa segera kasih pertolongan.

Jumat malam… pulang kantor…
Udah bisa dipastikan: jalan macet di mana-mana!!
Betul-betul bikin tambah stress..

Telfon dan sms berdering-dering di mobil. Oom sibuk menelfon ke cilandak untuk cari update tentang Nini. Papa dan mamaku sudah dekat ke cilandak untuk membantu. Tapi ambulance tetap belum datang juga. Oksigen di rumah habis. Pulse Nini masih ada, hanya itu yang melegakan.

Suasana sangat menegangkan.. aku hanya bisa berdoa di tengah isak tangisku memikirkan Nini.. Oom pun ikut menangis juga.. sesekali kami saling berpegang tangan untuk saling menguatkan.
Saat kami mulai memasuki pakubuwono, ambulance baru datang, dan Nini segera dibawa ke RSPI. Langsung kami menuju ke sana.. setelah melewati kemacetan, sampai juga kami di sana jam 8 lewat. Semua sudah berkumpul. Nini ada di dalam instalasi gawat darurat. Masih belum sadarkan diri.. :(

Nini di-CT Scan untuk melihat kemungkinan pendarahan di otak, karena keliatannya Nini terkena stroke. Hasilnya sungguh menyedihkan.. Dokter mengkonfirmasi Nini terserang stroke yang mengakibatkan Nini jatuh karena serangan itu. Pendarahan di otak sangat parah, menyebar di mana-mana, sehingga tidak bisa dilakukan operasi untuk menyedot pendarahan itu, karena terlalu banyak dan menyebar hingga ke bagian-bagian dalam otak yang sulit dijangkau.

Emergency hall penuh dengan kami, anak-anak, cucu-cucu dan cicit-cicit Nini, lebih dari 20 orang.. berpelukan dan bertangisan sediih.. Mbak Dyah sangat tergoncang. Dia mendapat firasat buruk Nini akan pergi beberapa hari yang lalu. Dia takuuut sekali saat itu. Kita semua juga takut.. Tak siap, dan tak akan pernah siap untuk mendengar berita seperti itu. Harapan sangat kecil, bahkan operasi untuk menghentikan pendarahan tidak dapat dilakukan.

Nini dipindahkan ke ICU, tapi ruangan ICU penuh, sehingga Nini dibawa ke ICCU. Kami semua duduk di hall depan ICCU menunggu Nini. Bergantian kami boleh menengok Nini di dalam. Nini tetap tak sadarkan diri. Menurut Papa, sesaat sebelum CT Scan Nini sempat melihat ke Papa, walau tak bisa bicara apa-apa. Tapi setelah itu, tampaknya Nini betul-betul kehilangan kesadaran.

Saat aku masuk ke ruangan Nini, aku belai-belai Nini. Kakinya dingin.. tangannya juga. Dia pasti kedinginan. Dia selalu kedinginan kalau sedang dalam ruangan-ruangan pemeriksaan dan di rumah sakit. Apalagi karena bajunya hanya baju rumah sakit yang tipis. Aku boleh memasangkan kaus kaki untuk Nini, walau itu kaus kaki yang dipakai Pakmas, tapi yang penting bisa bikin hangat.

Sedih sekaliii.. selang-selang berseliweran di sekitar Nini. Ada alat bantu nafas, oksigen, alat pendeteksi detak jantung, alat pengukur tensi, infus, kateter, dll, entah lah apa lagi. Kaki dan tangannya sesesekali bergerak, tapi kita nggak tau, apa itu reaksi Nini atas kehadiran kita di sampingnya.. atau hanya reaksi motorik/syaraf yang di luar kesadarannya.. dokter yang satu bilang Nini sudah tidak bisa merasakan apa-apa lagi karena fungsi otaknya sudah tidak bekerja. Tapi dokter yang satu lagi bilang Nini masih merasakan kesakitan. Ah, kita jadi bertambah bingung dan sedih. Nggak tega kalau sampai Nini kesakitan..

Sampai malam, sms dan telfon dari teman-teman (terutama teman-teman kantor dan sahabat-sahabat sejak kuliah) terus berdatangan, memberi doa, semangat dan dukungan.. terima kasih untuk semuanya ya temans…

Sekitar jam 10 malam pintu ICCU ditutup. Kita semua diminta menunggu di kursi-kursi yang ada di sekitar ICCU. Nggak ada yang mau pulang, semua mau menunggu Nini. Akhirnya beberapa tante dan sepupu-sepupu/ponakan yang masih kecil pulang juga. Kalau aku tak salah ingat, Bulek Ninik, Oom Arifin, Papa, Pakmas, Wiro, Mas Uung, Ipung dan aku tinggal di rumah sakit malam itu. Tidur dengan kursi-kursi yang dirapatkan jadi satu. Baru sekitar jam 2 – 3 pagi aku bisa tidur.

Dalam tidurku yang sebentar, aku mimpi, bertemu Aki, kakekku yang sudah meninggalkan kami 7 tahun silam. Aki duduk di rumah cilandak (yang dalam mimpiku dalam setting seperti rumah cilandak beberapa belas tahun yang lalu), dengan pakaian yang biasanya dipakai.. dalam mimpiku suasana di cilandak adalah beberapa saat setelah Nini dibawa ke rumah sakit, semua orang tidak ada di rumah kecuali aku dan Aki. Aki tertunduk, dan berkata “Nini itu sudah nggak ada..”

Langsung aku terbangun.. menyadari diriku ada di rumah sakit. Aku berjalan sekeliling ruang tunggu, melihat apakah ada sesuatu. Tapi semua hening, masih dalam tidurnya masing-masing. Hampir saja aku angat internal telfon untuk menelfon ke dalam ICCU dan menanyakan Nini. Tapi kuurungkan niatku. Aku sungguh takut.. ..mungkinkan ini pertanda yang disampaikan padaku..