Thursday, March 22, 2007

Kisah Nini

*Part VI – Her struggle*
Jumat - Sabtu, 12 – 13 Januari 2007

Jumat sepulang dari kantor aku ke rumah sakit. Udah siap dengan baju ganti. Sesuai jadwal, memasuki weekend, yang pada kerja yang nginep di rumah sakit. Aku dan mas Ip tidur di rumah sakit. Tapi jumat malam itu banyak juga yang tidur di rumah sakit, karena keadaan Nini tak kunjung membaik.

Dokter bilang Nini is in a deep comma.. jadi tingkat kesadarannya udah tipiis sekali.
Kalau dipegang juga sudah nggak bereaksi seperti minggu lalu. Supply oksigen plus obat untuk menjaga stabilitas tensi Nini juga sudah makin ditambah dosisnya. Dokter bilang dengan kondisi seperti ini, mungkin Nini hanya bisa bertahan 2 -3 hari saja.. ya Allah.. sungguh berat rasanya menerima kenyataan ini…

Jumat malam itu kita sekeluarga udah rapat, mempersiapkan kalau kemungkinan terburuk terjadi. Kita bagi-bagi tugas, siapa bagian apa, dan siapa yang lain mempersiapkan bagian apa. Sedih sudah pasti.. ikhlas,, hm, aku rasa saat itu belum semuanya iklas. Tapi kita diberi waktu dan kesempatan oleh Allah untuk bisa mempersiapkan Nini dan mempersiapkan diri dengan lebih baik, jadi sebaiknyalah digunakan kesempatan ini.

Sabtu pagi aku sempatkan pulang ke cilandak, walaupun buru-buru. Aku sempatkan mandi dan mengambil barang-barang Nini yang perlu ‘disiapkan’ for the worst scenario. Hiks, sedihnya… Ipung masih di rumah sakit karena mengurus persiapan yang lain.

Sampai di rumah sakit lagi, masih cukup pagi juga. Sesekali masuk ke ruangan Nini.

Hari itu ada teman Oom yang datang untuk bantu baca doa. Aku ikut baca yassin di ruangan Nini. Keadaan mencekam rasanya hari itu.. perasaan sudah tak menentu dan tak enak.. Kondisi Nini tak kunjung membaik, bahkan makin mencemaskan.

Hari sabtu itu adalah anniversary Bulik Ninik dan Oom Arifin, sekaligus ulang tahun Budhe Tutut. Budhe sangat cemas, lebih dari 10 tahun yang lalu, Pakde Pur, suami Budhe meninggalkan dunia di hari ultah Budhe. Everybody can feel her worries at that time.
Papa juga sebenarnya tidak suka hari Sabtu, itu hari yang ‘tidak baik’ menurut Papa.

Ditambah lagi, hari itu, tiba-tiba ada kupu-kupu coklat terbang di sekitar ruang tunggu ICCU, padahal itu di lantai 2 rumah sakit. Bagaimana kupu-kupu itu bisa sampai sana?? Kupu-kupu coklat itu juga suatu ‘pertanda buruk’ bagi keluarga kami. Beberapa kejadian kurang baik ditandai dengan datangnya kupu-kupu jenis itu, termasuk saat Aki almarhum dibawa ke rumah sakit di tahun 1999, kepergiannya diiringi kupu-kupu itu di rumah, di mana di rumah sakit saat itulah Aki menghembuskan nafasnya yang terakhir..

Aku lupa, tapi kurasa waktu itu saat sholat dzuhur atau ashar di musholla dekat ICCU. Setelah sholat, aku dzikir dan berkonsentrasi pada Nini… sampai aku setengah tersadar rasanya.. tiba-tiba aku bisa lihat dalam penglihatanku, Nini berjalan dengan lancar dan ringan keluar dari ruang ICCU.. dengan muka tersenyum lega, seolah terlepas dari segala beban dan deritanya. Lalu kulihat di belakang Nini, di dekat pintu ICCU beberapa keluarga melihat kepergian Nini..
Ugh, sedih sekali aku dengan penglihatanku itu.. tapi mungkin itu pertanda lainnya. Aku harus siap dan mengikhlaskan Nini,, supaya beliau lebih mudah jalannya..

Setelah itu, aku bergabung lagi membaca yassin di dekat Nini. Beberapa yang membaca yassin sudah selesai dan pulang. Tinggal aku sendirian.. aku coba teruskan bacaanku.. tapi tiba-tiba perasaanku tidak enak. Aku beberapa kali menengok ke kiri dan kanan belakangku, sampai lama-lama aku hentikan bacaanku dan keluar dari kamar Nini.. aku teruskan di luar saja..

Di ruang tunggu tampak sepi dan lengang.. Sebagian besar sedang pulang untuk mandi dan sebagian lagi memang pulang untuk kembali besok pagi. Ada Bulek Niniek dan Oom Arifin seperti biasa, dan Mbak Dyah dan Pierre. Semua kelelahan sejak Kamis malam terkuras emosi dan tenaganya.

Mas Ip mengajakku ke cilandak untuk membersihkan diri dulu. Kasian, dia belum sempat mandi.. Akhirnya kami ke cilandak sekitar jam 19.00 malam. Baru aja sampai terogong, aku ditelfon Pierre. Kita diminta kembali ke rumah sakit, keadaan Nini memburuk.

Akhirnya kami putar haluan lagi, tak sampai ke cilandak, udah kembali ke rumah sakit. Sesampainya di sana, kita diminta langsung ke kamar Nini. Semua mulai berdatangan lagi satu-satu dari rumah. Bergantian membacakan istigfar dan “la ilaha illalah” di kuping Nini.

Seluruh perasaan bercampur aduk.. Ingin membantu Nini memudahkan jalannya, merelakan Nini, mengikhlaskan Nini,, walau merasa sediiiiih yang begitu dalam, tau bahwa kita akan
ditinggalkan, tapi sebenarnya tak ingin berpisah..

Lelah atas segala perjalanan seminggu terakhir ini, dingin di ruangan Nini yang tak boleh memakai alas kaki,, lapar karena perut belum sempat terisi,,, tapi tak pantas kami mengeluh. Sampai akhirnya kami semua betul-betul kelelahan..

Allah memang maha baik.. kami diijinkan untuk istirahat. Dokter jaga bilang kalau kondisi Nini sedikit membaik. Nini bisa ditinggal keluar ruangan, juga supaya bisa istirahat.

Semua berkumpul di ruang tunggu. Hanya sedikit yang mau pulang ke rumah. Beberapa yang dengan anak-anak plus mbak Dyah dan Pierre. Selebihnya semua tidur di rumah sakit. Sebagian di kursi-kursi ruang tunggu seperti biasa, sebagian lagi di kursi ruang tunggu yang di bagian depan, dan sisanya sampai menumpang tidur di lantai 3 yang juga ada sofanya plus tidur di mobil.

Most of us menemani Nini malam itu… yang ternyata menjadi malam terakhir Nini..

No comments: