Thursday, March 22, 2007

Kisah Nini


*Part VII – Inna lillahi wa inna illaihi rojiun*
Minggu, 14 Januari 2007


Jam 5 pagi sudah terjaga. Kuambil air wudhu dan sholat subuh sama Mama. Jam 6an aku dan Ipung pulang ke cilandak untuk membersihkan diri. Kami kembali ke rumah sakit dan sarapan bergantian dengan beberapa keluarga di cafeteria yang sudah menjadi tempat makan kami selama 1 minggu terakhir ini.

Sesampai di ruang tunggu lagi dan mulai membaca doa lagi… sekitar pukul 09.00 kita semua dipanggil lagi ke ruangan Nini. Nini kritis lagi..

Hampir semua sudah berkumpul, tinggal mbak Dyah dan Pierre..

Sekitar 09.15
Kembali kita bersama-sama menuntun Nini dan bergantian mengucapkan kepada Nini bahwa kami ikhlas kalau Nini akan pergi.. ruangan penuh dengan kami, bahkan beberapa duduk tepat di luar pintu kaca ruangan Nini..

Pulse Nini, yang sekarang sudah sangat rendah, menurun sedikit demi sedikit..

Kami tak henti menyebut nama Allah..

Sesekali kami saling berpandangan.. saling mencari dan memberi kekuatan..

Sesekali pula kami melihat jam di dinding kamar, melihat jalannya waktu… bergantian dengan pandangan kami ke monitor detak jantung dan tensi Nini dan alat bantu nafas Nini…

Sekitar 09.30
Pulse Nini semakin rendah… sudah di bawah 60/30 kalau aku tak salah..

09.35
Pulse Nini semakin turun.. perlahan namun pasti.. Tapi Nini tetap terlihat tenang. Tidak menangis, tidak ada kerutan di dahinya sebagai ungkapan takut atau kesakitan..
Doa semakin kuat, kepasrahan semakin dalam dan keikhlasan semakin tebak.. demi yang terbaik untuk Nini…

09.40
Sekitar 5 menit terakhir itu, pulse Nini makin menurun… 15… 10… 8… 5… 2… 0….
Inna lillahi wa inna illahi rojiun…
selamat jalan Ibu… selamat jalan Nini…
Kami mengucapkan selamat jalan untuk Nini… saling berpelukan dan menangis… dan memeluk dan menciumi Nini…

Nini tampak tenang.. tak terlihat sedikit pun rasa sakit atau kesedihan…
Insya Allah ini memang yang terbaik untuk Nini…

Di saat-saat terakhirnya pun Nini masih menunjukkan dan mengajarkan pada kita semua untuk tidak putus asa dan berjuang untuk hidup.. bahkan Nini rela ‘menunggu’ (dan alhamdullilah diijinkan oleh Allah) untuk berpulang di hari minggu yang cerah itu.. tidak di hari Sabtu kemarin.. Hari Sabtu di mana Budhe Tutut sedang ulang tahun dan trauma dengan kejadian berpulangnya Pakde.. Hari Sabtu di mana Papaku tidak suka dengan hari Sabtu yang dianggapnya hari yang ‘tidak baik’…

Dokter datang untuk memeriksa keadaan Nini dan memastikan bahwa Nini sudah tiada pukul 09.45 wib.

Nini kemudian dipersiapkan untuk dibawa ke ruang jenazah.

Semua langsung bertugas sesuai dengan tugas masing-masing berdasarkan ‘rapat’ hari Jumat yang lalu. Aku, Mama dan mbak Lia menelfon keluarga dan teman-teman Nini untuk memberitahukan berita itu. Ipung segera menghubungi yayasan Bunga Rampai yang hari Sabtu kemarin sudah berhasil ditemui. Papa ke tanah kusir mengurus makam. Sejak Sabtu kemarin pun makam sudah disiapkan apabila this worst scenario happens, karena Nini akan dimakamkan bersama dengan Aki. Bulek Niniek mengurus Nini di kamar jenazah. Mbak Dyah dan Pierre membeli peralatan yang diperlukan, yang sebagian juga sudah dibeli sejak kemarin, seperti aqua, alat tulis, buku tamu, dll. Tante Titien, Budhe Tutut dan yang lain mempersiapkan rumah Bintaro yang dijadikan tempat Nini disemayamkan. Karpet telah disiapkan dari beberapa hari yang lalu, foto ‘pilihan’ Nini juga sudah siap dalam frame.

Ada beberapa barang yang perlu kuambil dari cilandak, sekalian memasang pengumuman di cilandak, kalau –kalau ada yang datang ke cilandak.

Segera aku kembali ke rumah sakit, karena Nini sudah mulai dimandikan. Alhamdulillah aku diberi kesempatan memandikan Nini, walau tadi sempat mondar-mandir dulu. Aku bersyukur juga kemarin sudah sempat mencucikan rambut Nini yang kubawa dari rumah sakit saat Nini mau dioperasi. Kusirami tubuh Nini dengan air.. kubersihkan wajahnya, kedua pipinya yang biasa kubelai-belai..
dan kucium wajahnya… …untuk yang terakhir kali…

Aku tak bisa ikut memandikan Nini sampai selesai. Aku, Mama dan Mbak Lia ada tugas lagi, beli bunga ke rawa belong. Sekitar 1 jam kami dapat semua bunga yang dicari.. 2 dus melati, 1 plastik besar daun pandan, 1 plastik besar bunga kenanga, roncean melati dan 1 rangkaian bunga putih untuk di atas peti jenazah.

Perjalanan kembali ke Bintaro terasa lama sekali di siang hari itu itu. Akhirnya kami sampai di sana hampir jam 13.00.. tamu sudah ramai berdatangan. Keluarga dan teman banyak sekali. Alhadulillah, banyak yang datang untuk mendoakan Nini. Nini disemayamkan di ruang tengah. Sedapat mungkin, di sela-sela menyambut tamu-tamu yang datang, aku duduk di sebelah Nini..
Setelah ashar, kami sholat jenazah. Tak lama setelah itu, Nini diberangkatkan ke tanah kusir, sekitar pukul 16.00.

Saat melihat jenazah Nini masuk ke dalam mobil jenazah, mulai pecahlah tangisku. Rasanya baru menyadari bahwa tak lama lagi aku akan melepaskan kepergian Nini untuk selamanya… sepanjang di perjalanan menuju tanah kusir aku terus menangis..

Sesampainya di sana, rasa kehilangan itu makin terasa dalam dan pedih… di sanalah puncak kesedihanku yang tak dapat kutahan lagi.. apalagi saat peti jenazah Nini diturunkan ke liang lahat.. aku betul-betul merasa akan berpisah dengan Nini.. terutama secara fisik, di mana aku tak mungkin melihat wajahnya lagi, memeluknya lagi, tidur bersama lagi, mengobrol dan ‘berantem’ bersama lagi, jalan-jalan bersama lagi, menemaninya ke tempat senam, ke rumah teman-temannya lagi… Oom memelukku dan kami berdua saling bertangisan..

Kami bergantian menaburi bunga melati kesukaan Nini ke dalam liang lahatnya, dan melihat liang itu ditutup oleh tanah. Sekarang Nini sudah bersatu lagi dengan Aki.. dan juga semoga demikian di tempat Allah… Makam diselimuti oleh bunga melati dan rangkaian-rangkaian bunga.. semoga Nini beristirahat dengan tenang…

Lebih dari jam 17.00 ketika kami meninggalkan makam dan kembali ke Bintaro untuk tahlilan. Saat tahlilan, masih cukup banyak juga yang datang karena tidak sempat datang siang tadi.
Terima kasih banyak untuk seluruh keluarga, bahkan yang dari luar kota menyempatkan diri untuk datang selama Nini sakit dan sampai hari Minggu itu.. juga terima kasih banyak untuk semua sahabat dan teman-teman Nini, sahabat dan teman-teman dari masing-masing dari kami sekeluarga.. juga untuk semua sahabat dan temanku, Merry, Fitri, Desi, Ella, Ingkan, Belinda, Tiessa, Jika, Irma, Dinar, Maya, teman-teman dan rekan-rekan di kantor dan semuanya untuk semua doa dan dukungannya selama menjalani hari-hari yang berat itu…

Malam itu kami semua kelelahan. Mungkin masih saling membutuhkan satu sama lain dan nggak ingin pulang ke rumah masing-masing dan merasa kesepian dan kehilangan,,, sehingga kami ‘dipaksa’ untuk menginap di Bintaro. Akhirnya Bulek, Oom Arifin, Oom, Tante Vita, Pakmas, Tante Titien, Ipung dan aku, Wiro dan Bayu tidur di Bintaro, di ruang tengah, di atas karpet yang memenuhi ruangan.

Ya Allah, kumohon, lindungilah Nini.. ampunilah segala dosa dan kesalahannya, lapangkanlah kuburnya,, ijinkanlah Nini dan Aki bertemu dan bersama kembali, berilah jalan-Mu dan tempat-Mu yang terbaik untuk Nini dan Aki, tempat yang memberikan kedamaian, ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan.. ijinkanlah kami semua dapat kembali berkumpul bersama mereka kelak dalam surga-Mu ya Allah.. amiiin…

1 comment:

Anonymous said...

Bude,

Air mata jadi menitik lagi kalau baca kisah Nini..semoga Nini bahagia disana ya bude..Doa kita selalu buat Nini.

Hugs
Irma